Bangga Berbudaya



SEMANGAT PERJUANGAN PEMUDA  MELALUI KARYA SENI RUPA
                                                                                                 Fatra Rao



Dalam zaman era modrenisasi saat ini para pemuda berjuang tidak harus menggunakan senjata api, demonstrasi rame-rame sehingga akhirnya beradu fisik dengan pasukan keamanan negara. Dengan berkarya Seni rupa juga bisa untuk menyampaikan pesan atau insprirasi kepada pemerintahan dan masyarakat.

Antara hidup dan Mati, 1848. Raden Saleh
A. SEJARAH
Seni rupa sebagai alat untuk  menyampaikan suatu pesan sudah dimulai sejak zaman prasejarah dengan adanya bukti peninggalan lukisan di dinding-dinding gua.  Mereka mengungkapkan perjuangan hidup dengan cara berburu dan kemudian melukiskan kisah mereka di dinding gua.
Raden Saleh yang merupakan tokoh pelukis  modern pertama Indonesia dimana ia melukiskan perkelahian antara singa dan banteng yang memiliki makna singa merupakan orang belanda dan banteng orang Indonesia, gambaran ini menunjukkan banteng  berusaha keras melawan terhadap gigitan singa sehingga bagi siapa yang melihat lukisan ini membuat orang semakin besar semangat juangnya untuk menghadapi Belanda pada masa itu.
Tidak hanya karya lukis saja yang bisa menyampaikan bentuk semangat perjuangan, seperti cerita bulan kemarin bagaimana Soekarno juga berkarya patung yaitu patung pancoran dan patung bundaran HI yang juga mengobarkan semangat perjuangan bangsa ini. Selain karya patung soekarno juga suka melukis untuk mengungkapkan ekspresi jiwanya semasa ia hidup.

B. PERKEMBANGAN SENI  RUPA NUSANTARA
Dizaman sekarang ini perkembangan seni rupa untuk di daerah pulau jawa sudah baik, karena di jawa banyak fasilitas-fasilitas yang telah disediakan pemerintah dan masyarakat untuk memudahkan perkembangan seni rupa itu sendiri seperti misalnya Universitas Negeri dan swasta jenjang perkuliahan S1 sampai S2 di Jogja, Solo, Bandung dan di Jakarta. Di sana juga banyak galeri dan tempat wisata yang memang benar-benar khusus menampilkan karya seni rupa misalnya di Galeri Nasional di Jakarta, Malioboro di Jogja, Braga di Bandung, Pasar Seni Ancol di Jakarta dan masih banyak tempat yang lainnya.
Perkembangan di Sumatera untuk bagian kota sudah cukub baik, seperti di Aceh, medan, padang dan palembang telah menyediakan fasilitas pendidikan atau perkuliahan seni rupa jenjang S1. Sedangkan  fasilitas perkuliahan seni rupa Jenjang S2, Galeri dan wisata seni rupa masih banyak masyarakat yang bertanya-tanya dan sampai saat ini pemikiran masyarakat masih mengetahui hanya di pulau jawa saja bisa ditemukan.
Khusus di medan dibentuk pemuda-pemuda dari berbagai daerah yang memiliki jiwa berkesenian melalui perkuliahan Negeri satu-satunya yang membuka jurusan Seni Rupa di Unimed. Ada juga sanggar yang bisa membantu mengajarkan seni lukis seperti di Sanggar Rowo dipimpin  pak Yatim di tanjung morawa.
Sedangkan di daerah kabupaten semangat untuk menghidupkan budaya seni rupa juga tidak mengenal kata menyerah. Hal ini telah dilakukan para pemuda di daerah Langkat, mereka membentuk Komunitas PERSPEKTIF (Persatuan Pemuda Kreatif), bersekretariat di belakang Gedung MABMI Stabat. Pemuda yang bergerak di komunitas ini adalah para alumni dan yang masih sedang berkuliah di Unimed jurusan Seni Rupa serta para pekerja seni yang otodidak dan pelajar-pelajar sekolah tingkat SMA. Sekarang ini mereka sedang berusaha keras untuk membudayakan dan mengenalkan seni rupa kepada masyarakat meskipun mereka menggunakan dana pribadi yang diwujudkan melalui Pameran Bersama dan les menggambar gratis kepada anak-anak tingkat TK atau SD.
           


“Ranap” (2014), oil in kanvas, 40x60 cm/fatra rao:. memberikan semangat kepada masyarakat supaya orang pribumi jangan mudah terjajah ekonominya oleh orang non pribumi.

Mengangkat Batang Yang Terendam
“ Mesjid Tua di Langkat ”



Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah. Bercerita tentang sejarah negeri ini tiada habisnya untuk dibahas. Salah satunya adalah Mesjid ARRAHMAN merupakan mesjid tua di Kabupaten Langkat.
Lokasi mesjid ini dapat kita lihat sekitar 2 jam perjalanan atau kurang lebih 50 Km/jam dari kota medan melalui jalan Lintas Medan Tanjung Pura dan kemudian masuk kedalam dari pasar satu atau yang lebih dikenal orang dengan simpang gohor untuk menuju ke lokasi, tepatnya di kelurahan Bingai, kecamatan wampu. 
Sesampai di lokasi kita bisa melihat pemandangan yang indah karena mesjid tua ini tepat berada di pinggiran sungai wampu. Tidak jauh dari mesjid terdapat warung kecil tempat berkumpulnya warga sekitar dan disana kita bisa menjumpai orang yang mengerti tentang alur cerita serta sejarah tentang mesjid ini.
Bapak Bahrum sitompul yang merupakan seorang seniman budayawan dan pak marwin yang saat ini juga sebagai salah satu keturunan dari para tokoh pelaku sejarah di bingai. Mereka inilah yang tau betul kilas balik mengenai kronologi  mesjid tua ini.

A. Asal mula pembuatan Mesjid ARRAHMAN
            Terbangunnya mesjid ini adalah atas perintah Tuan Kedjuruan Tengku Abdul Aziz yang merupakan anak kandung dari Raja kesultanan Langkat Tuanku Sultan Musa yaitu hasil perkawinannya dengan permaisuri T.Maslurah seorang janda dari wafatnya Raja Bingai yaitu T.Desan.  
            Semasa pemerintahan kedjuruan T.Abdul Azis ( menggantikan Atoknya kedjuruan Sri Amar setia Bingai ) sekitar tahun 1891 ia mendatangkan langsung bahan-bahan material utuk pembuatan mesjid dari Penang Malaysia yang pada saat itu melalui lintas perairan sungai wampu dengan menggunakan kapal pelayaran Jentera malay. kapal ini mengalami kecelakaan sehingga tenggelam dan konon sampai saat ini masih ada  terkadang orang melihat ujung bangkai kapal di daerah paya jongkong tak jauh dari lokasi mesjid.
            Pada asalnya mesjid ini bernama Masjid JAYA BINGAI. Pergantian nama bermula dari mangkatnya Sultan Musa yang kemudian digantikan oleh T.Abdul Azis untuk  memimpin Kesultanan Langkat. Hal ini sesuai perjanjian Sultan Musa sebelum menikahi  T.Maslurah, apabila kelak mereka mempunyai anak laki-laki maka akan dijadikan Raja sebagai pengganti Sultan Musa.
            Setelah Sultan T.Abdul Azis menduduki tahta Kesultanan Langkat di Tanjung Pura, maka ia memberikan perintah kepada T. Abdul Khani untuk menggantikannya sebagai kedjuruan di bingai. Pada tahun 1333 H atau tahun 1912 M, ia pun mangkat kemudian digantikan oleh keturunannya T.M. Daud.
             Semenjak masa kepemimpinan     kedjuruan T.M.Daud lah perubahan nama yang semula Masjid Jaya Bingai di ganti menjadi Mesjid Arrahman diambil dari nama mertuanya. Bulan Februari 1958 T.M.Daud pun tutup usia umur 79 tahun tak lama kemudian disusul oleh duka yang sangat besar karena mangkatnya putra tunggal pewaris satu-satunya pada bulan desember 1958 sehingga tidak ada kelanjutan kedjuruan bingai setelahnya.(sekarang ini sedang pembentukan kedjuruan yang baru). Sebagai tanda kenng-kenangan terhadap T.M.Daud  dibuatlah nama Jalan sepanjang bingai untuk mengenang beliau.

B. Arsitektur
Arsitek mesjid ini juga langsung didatangkan  dari penang. Hal unik dari pembuatannya adalah dengan tujuan membuat bangunan ini kokoh tanpa harus menggunakan paku, karena mesjid ini hanya menggunakan pasak-pasak untuk menyambungkan tiap-tiap sudut bangunan.
Panjang bangunan 8 x 14 m dengan halaman yang mulanya memiliki luas 50 m, tapi saat ini hanya tinggal 10 meter dari sungai akibat erosi yang berkepanjangan.
            Bangunan mesjid terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama paling terdepan tempat imam, bagian ke dua tempat makmum dan yang ke tiga atas bubungan tempat orang mengumandangkan azan dan mengaji sebelum waktu pelaksaan shalat.
            Ornamen atau ragam hias pada bangunan ini terdiri dari “lebah bergantung”  yang ditempatkan di bawah cucuran atap dan “bunga cengkeh” yang ditempatkan pada tiap atas jerjak mesjid.
  
C. Renovasi
            pada mulanya ukuran asli mesjid adalah 8x8 m, kemudian dengan swadaya masyarakat dan bantuan dari Sutan Naga pengusaha perkebunan Gergas, menggantikan bagian yang tak layak lagi digunakan seperti tiang kaki, atap,  penambahan luas bangunan 6x8 m, gambar ornamen bagian dalam dan tempat wudhu tanpa harus merusak bentuk aslinya. 
Penulis (Fatra Rao.S.Pd: Pemerhati Seni Budaya).








Komentar